Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan
Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan
Oleh
SYAMSUDIN
NIM: 816579633
Email : syamklana02@gmail.com
ABSTRAK
Globalisasi telah membawa pengaruh hampir keseluruh aspek kehidupan, baik pengaruh positif maupun negatif. Generasi yang paling mudah terbawa oleh
pengaruh globalisasi yaitu para usia sekolah baik dari tingkat SD,SLTP,SLTA bahkan ke
kepeguruan tinggi. Usia Sekolah merupakan generasi pewaris dan penerus perkembangan sebuah negara bangsa. Mereka
perlu diberikan perhatian yang teliti dan serius, terutama dalam menghadapi pengaruh
globalisasi supaya mereka tidak
terbius oleh pengaruh-pengaruh
buruk globalisasi.
Mereka perlu diberikan pandangan dan solusi yang
tepat dalam mengatasi
permasalahan tesebut. Sehingga, pada
akhirnya diharapkan mereka mampu menjaga akhlak yang
sesuai dengan agama, adat, budaya dan
kebiasaan masyarakat. Tidak terlalu berlebihan,
jika disertasi ini diharap akan menjadi salah satu
referensi dan solusi untuk
persoalan tersebut.
Oleh sebab
itu, penelitian
ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pengaruh globalisasi terhadap Siswa sekolah.
Hasil penelitian
fase pertama menunjukkan bahwa pemahaman
dan persepsi remaja
muslim terhadap globalisasi adalah tinggi. Pengaruh globalisasi terhadap siswa sekolah.
terkait dengan hal tersebut,
yaitu; (a) pembangunan komuniti,
(b) Merancang kegiatan
keagamaan khusus untuk masyaraka,
(c) merancang program
pendidikan khusus untuk usia sekolah. Pengaruh globalisasi terhadap usia sekolah masih dapat disesuaikan dengan kebiasaan dan budaya setempat.
Kata
Kunci : Keaktifan, hasil
belajar, media pembelajaran yang tepat
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Globalisasi adalah suatu proses tatanan
masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada
hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian
ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh
dunia (Edison A. Jamli, 2005).
Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan
waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang
ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan.
Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi.
Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat dengan berbagai
bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.
Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama dalam
bidang pendidikan.
Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang
dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti
bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu
berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi
baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional.
Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga
kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan
tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia.
Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup
negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus
menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri
sendiri.
Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi,
sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat
membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan
keterampilan daya cipta yang tinggi.
Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan
kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas
pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada
di bawah garis kemiskinan.
Dalam hal ini, untuk dapat menikmati
pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang
cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi
pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat.
Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan
tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal
tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan.
Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan
semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang
yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan.
Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat
masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar
menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa.
Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik
sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika
gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan
ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
Secara umum, rumusan masalah pada makalah
“Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan” ini dapat dirumuskan seperti pada
pertanyaan berikut. :
1. Apa dampak dari globalisasi untuk dunia pendidikan?
2. Penyebab buruknya pendidikan di era
globalisasi?
3. Cara penyesuaian pendidikan di Indonesia
pada era globalisasi?
3. Tujuan Penelitian
1. Bagi Penulis
Karya
Ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata
kuliah Karya Ilmiah Pendidikan Guru PDGK4560.
Selain itu, bagi diri saya pribadi Karya Ilmiah ini juga diharapkan bisa digunakan untuk
menambah pengetahuan yang lebih bagi saya, baik dalam lingkup
universitas Terbuka dan Lingkup dimana tempat saya mengabdi
selaku abdi negara .
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia
pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Para pembaca
yang dominan dari kaula mahasiswa bisa digunakan untuk langkah menuju ke
pengetahuan yang lebih luas, sehingga kedepannya tercipta sdm-sdm yang unggul.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami
tentang arti penting globalisasi sehingga dampak negatif yang berimbas bisa
leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar realisasi kegiatan positif terhadap
adanya pendidikan semakin lebih baik.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengaruh Globalisasi terhadap dunia Pendidikan Sekolah Negeri
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang
pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan
Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari
mancanegara masuk ke Indonesia.
Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat
meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan
memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta
memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang
dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan
dampak positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan
dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1. Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia Pengajaran Interaktif Multimedia.
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran
pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi
pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.
Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar
sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk
mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer.
Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi
suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah
bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya
dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin
tidak langsung menangkapnya.
Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak
seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca
kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual
dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang
lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali,
dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep Perubahan Corak Pendidikan.
Mulai
longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi
dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak,
membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan
perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa
perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis.
Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri
yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses
Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi
seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan
ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang
berjuauhan tempat tinggalnya.
Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama didasarkan
pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada
tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan
langkah awal pemerintah dalam mengikut sertakan secara aktif siswa terhadap
pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada
tingkat satuan pendidikan.
Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu,
hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan
siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak
mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya
bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
2.Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
Komersialisasi Pendidikan Era
globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan
sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait
menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia
pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan
pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa
menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus
membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga
pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166).
a. Bahaya Dunia Maya ,
Dunia maya
selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat
memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang
berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian,
rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya.
Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun
mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra,
alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009
lalu diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan
sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan
“facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
b.Ketergantungan.
Mesin-mesin
penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan
pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak
bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
2.2 Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
1.Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah
sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain
pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi :
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,
advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi
pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum.
Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia
yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan
melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui
madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama;
sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan
serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek)
dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama.
Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses
pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar
salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh
aspek.
Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang
menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi,
pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan
penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan
rapuh kepribadiannya.
Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai
ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan
teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang
mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor
modern.
2.Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan
masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan
yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai
Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan
pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di
Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana.
Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya
unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih
luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan
kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana,
tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada
sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan
(RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum
jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar.
Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung
jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya
tidak jelas.
Privatisasi
atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas
dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar
negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan
faktor pendorong privatisasi pendidikan.
Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi
korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika,
10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah
melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan ke pasar.
Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya
penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya
setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.
Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan
berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan
status sosial, antara kaya dan miskin.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa
yang seharusnya membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap
warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk
mendapatkan pendidikan bermutu.
Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab.
Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk
‘cuci tangan’.
Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan sebagai berikut.
Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan
menjadi bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
tidak membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan
adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free
trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah
dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak
bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi
kepentingan pribadi maupun golongan.
3.Kualitas SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas
kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian
pun sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara lain.
Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan segudang masalah
(kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM
Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang
mencengangkan.
Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja
tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi
bergengsi di pasar Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa daerah di
Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1.
Berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU
maupun SMK untuk tahun 2020
dan 2023. Total kita masih
membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari
lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya
manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga
diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non
formal.
2.3 Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi
globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam
arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa
transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam
globalisasi khususnya pada konteks regional.
Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang
kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala
dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
Ketiga,
alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam
pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari
pendidikan formal anak di sekolah.
Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting
dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah
melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan
sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah
dan harus lintas sektoral.
Semakin
besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga
ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun
sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah
bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan),
repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan).
Tanpa itu semua, kita tidak akan
pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas,
tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan
yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2024 – 2029 bukan tidak mungkin
Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan
jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
BAB III
Penutup
3.1
Kesimpulan
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari
gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain
yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman
bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus
globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang
bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru
seperti internet dan computer.
Perubahan Corak Pendidikan, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh
negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF
dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan
harus berkompromi untuk melakukan perubahan.
Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia Komersialisasi
Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan
sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait
menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia
pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan
pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga
dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi
yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi,
kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya.
Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun
mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra,
alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet.
Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi di indonesia adalah Mahalnya
Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan fasilitas pendidikan ang kurang,
itu yang mengakibatkan pendidikan tidak berjalan dengan lancar.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan),
repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu
semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus
berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan
komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu.
3.2 Saran
Di era globalisasi ini, perkembangan sosial semakin tidak terkendali, baik sisi
positif atau negatifnya. Disarankan agar para orang tua memperhatikan
kepentingan anaknya dalam hal pendidikan sehingga pendidikan berjalan dengan
lancar. Penulis juga menyarakan kepada Pemerintah untuk harus menggarkan
dana yang cukup untuk keperluan pendidikan dan menambah beasiswa bagi guru
untuk training.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Asri B. 2008.
Pembelajaran Moral. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Faizah, F. 2009.
Dampak Globalisasi terhadap Dunia
Pendidikan. (Online), (http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127). Diakses 18 Desember 2023.
Januar, I. 2006. Globalisasi Pendidikan
di
Indonesia.
(Online), (www.friendster.
com/group/tabmain.Php?statpo=mygroup&gid;= 340151). Diakses 18 Desember 2023.
Maleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya.. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.
Munir. 2010.
Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT.
Pustaka Insan Maqdani, Anggota IKPI. Surya, M. 2002. Dasar-dasar Kependidikan di SD. Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka.
Suryabrata, S. 2010. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.
Wardoyo, C. 2007. Urgensi Pendidikan Moral. (Online), (http://www.nu.or.i). Diakses
18 Desember 2023.
Komentar
Posting Komentar